Minggu, 27 Januari 2013

KETENTUAN DELIK ADUAN TERHADAP “PENCURIAN DALAM LINGKUP KELUARGA”


Pengertian Delik Aduan
Istilah delik aduan (klacht delict), ditinjau dari arti kata klacht atau pengaduan berarti tindak pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan setelah adanya laporan dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang atau terhadap orang tertentu atau bisa diartikan sebagai delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang merasa dirugikan.
Pada delik aduan, jaksa hanya akan melakukan penuntutan apabila telah ada pengaduan dari orang yang menderita, dirugikan oleh kejahatan tersebut. Delik aduan sifatnya pribadi/privat, yang memiliki syarat yaitu harus ada aduan dari pihak yang dirugikan. Selain itu, yang dimaksid dengan delik aduan/klach delict merupakan pembatasan inisiatif jaksa untuk melakukan penuntutan. Ada atau tidaknya tuntutan terhadap delik ini tergantung persetujuan dari yang dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh undang-undang. Delik ini membicarakan mengenai kepentingan korban.
Pembagian Delik Aduan
Delik aduan dibagi dalam dua  jenis :
a.      Delik aduan absolut (absolute klacht delict)
Merupakan suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Dan yang diadukan sifatnya hanyalah perbuatannya saja atau kejahatannya saja. Dalam hal ini bahwa perbuatan dan orang yang melakukan perbuatan itu dianggap satu kesatuan yang tetap bermuara pada kejahatan yang dilakukan. Oleh karena itu delik aduan absolute ini mempunyai akibat hukum dalam masalah penuntutan tidak boleh dipisah-pisahkan/onsplitbaar.
Kejahatan-kejahatan yang termasuk dalamjenis delik aduan absolut seperti :
1.     Kejahatan penghinaan (Pasal 310 s/d 319 KUHP), kecuali penghinaan yang dilakukan oleh seseoarang terhadap seseorang pejabat pemerintah, yang waktu diadakan penghinaan tersebut dalam berdinas resmi. Si penghina dapat dituntut oleh jaksa tanpa menunggu aduan dari pejabat yang dihina.
2.    Kejahatan-kejahatan susila (Pasal 284, Pasal 287, Pasal 293 dana Pasal 332 KUHP).
3.    Kejahatan membuka rahasia (Paal 322 KUHP)
4.    Tentang perzinahan (Pasal 284 KUHP)
Ex: A dan B adalah suami istri. B berzinah dengan C dan D. Dan A hanya mengadukan B telah melakukan perbuatan perzinahan. Namun, karena tidak dapat dipisahkan/onsplitbaar maka tidak hanya B saja yang dianggap sebagai pelaku, tetapi setiap orang yang terlibat suatu perbuatan atau kejahatan yang bersangkutan yaitu C dan D secara otomatis (sesuai hasil penyelidikan) harus diadukan pula oleh A. Setidaknya delik perzinahan tidak dapat diajukan hanya terhadap dader/mededader saja, melainkan harus keduanya dan pihak lain yang terlibat.
b.      Delik aduan relatif (relatieve klacht delict)
Yakni merupakan suatu delik yang awalnya adalah delik biasa, namun karena ada hubungan istimewa/keluarga yang dekat sekali antara si korban dan si pelaku atau si pembantu kejahatan itu, maka sifatnya berubah menjadi delik aduan atau hanya dapat dituntut jika diadukan oleh pihak korban.Dalam delik ini, yang diadukan hanya orangnya saja sehingga yang dilakukan penuntutan sebatas orang yang diadukan saja meskipun dalam perkara tersebut terlibat beberapa orang lain. Dan agar orang lain itu dapat dituntut maka harus ada pengaduan kembali. Dari sini, maka delik aduan relative dapat dipisah-pisahkan/splitsbaar.
Umumnya delik aduan retalif ini hanya dapat terjadi dalam kejahatan-kejahatan seperti :
1.    Pencurian dalam keluarga, dan kajahatan terhadap harta kekayaan yang lain yang sejenis (Pasal 367 KUHP);
2.    Pemerasan dan ancaman (Pasal 370 KUHP);
3.    Penggelapan (Pasal 376 KUHP);
4.    Penipuan (Pasal 394 KUHP).
Ex: A adalah orang tua. B adalah anaknya. Dan C adalah keponakannya. B dan C bekerjasama untuk mencuri uang di lemari A. Dalam perkara ini jika A hanya mengadukan C saja maka hanya C sajalah yang dituntut, sedangkan B tidak.Dari kasus di atas bisa dilihat bahwa delik aduan relative ini seolah bisa memilh siapa yang ingin diadukan ke kepolisian. A karena orang tua dari B, maka ia tidak ingin anaknya yaitu B terkena hukuman pidana, dia hanya memilih C untuk diadukan, bisa karena dengan pertimbangan C bukanlah anaknya
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), pencurian yang dilakukan oleh sanak atau keluarga dari korban, dalam hal ini anak, disebut pencurian dalam kalangan keluarga. Hal tersebut diatur dalam Pasal 367 ayat (2) KUHP yang selengkapnya berbunyi:
“Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.”
Pencurian dalam keluarga diatur pula dalam Pasal 367 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
“Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami/istri dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.”
Pencurian dalam keluarga dalam Pasal 367 ini ada dua jenis pencurian, yaitu:
1. Pasal 367 (1) Seorang suami (istri) yang tidak berpisah meja dan tempat tidur dari istrinya (suaminya) telah melakukan atau membantu perbuatan pencurian terhadap istrinya (suaminya) Penuntutan terhadap suami (istrinya) tidak dapat dilakukan;
2. Pasal 367 (2) Terhadap seorang suami (istri) yang berpisah meja dan tempat tidur;
– seorang anggota keluarga dalam garis lurus maupun garis samping sampai derajat ke 2;
– Pengaduan terhadap pelaku dilakukan seorang istri atau suami terhadap siapa kejahatan itu dilakukan.
Kejahatan ini merupakan delik aduan relatif, ketentuan hanya berlaku golongan:
- suami, istri yang berpisah meja dan tempat tidur;
- Anggota keluarga;
- Dalam garis lurus atau;
- Dalam garis samping sampai derajat ke 2;
- Di luar golongan ini penuntutan tanpa pengaduan.

Dalam hal pengaduan telah dilakukan, namun kemudian korban hendak mencabut pengaduannya (dalam hal korban termasuk lingkup keluarga sebagaimana tersebut dalam Pasal 367 KUHP), maka pengaduan dapat ditarik kembali/dicabut dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan diajukan. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa orang tua dari si pelaku berhak mengadukan si anak ke polisi atas tuduhan melakukan pencurian. Meski demikian, si orang tua dapat mencabut kembali pengaduannya tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan itu diajukan.