SEJARAH PERJUANGAN
PEMBEBASAN IRIAN BARAT (
PAPUA )
I.
LATAR BELAKANG
Upaya memasukan kembali Irian Barat
/ Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi merupakn suatu perjuangan panjang yang berat
dengan mempertaruhkan harga diri bangsa dan seluruh rakyat Indonesia.
Perundingan – perundingan mengenai penyerahan wilayah papua yang dilakukan
oleh Pihak Indonesia dan pihak Belanda tidak membuahkan hasil yang baik.
Berkali – kali masalah Papua diajukan oleh wakil – wakil bangsa Indonesia
di depan siding Umum Perserikatan Bangsa – bangsa di New York, namun tanpa
menghasilkan perubahan sikap di pihak Belanda. Sebaliknya Belanda melecehkan
martabat Bangsa yang berdaulat yang telah Merdeka sejak 17 Agustus 1945.
Belanda mengadakan tindakan –tindakan penguatan diri
di Papua. Berbagai tindakan di bidang Politik, ekonomi dan Militer dilakukan
oleh pihak Belanda dengan harapan agar Papua dapat dipisahkan dengan daerah
–daerah Indonesia lainnya. Secara lebih menyakitkan pada pertengahan
Agustus 1952 Belanda dengan persetujuan Parlemennya memasukkan
dengan resmi wilayah Papua kedalam wilayah Kerajaan Belanda, dengan cara
merubah Konstitusinya tanpa memberitahu dan merundingkan dengan Pemerintah
Indonesia. Belanda telah menginjak – injak harga diri Bangsa Indonesia dan
telah melanggar Konferensi Meja Bundar, melanggar hokum Internasional.
Dengan fakta – fakta ini terbuktilah bahwa Belanda dengan sistematis
dan terencana telah mengambil Papua dari wilayah Negara Kesatuan republic Indonesia.
Terbukti sudah bahwa upaya–upaya perundingan dengan
cara damai dari kegiatan satu ke Kabinet yang lain tidak ada gunanya, karena
Belanda selalu berdalih dan beralasan dengan memberikan syarat – syarat yang
berat dan tidak jelas. Perundingan yang dilakukan tidak pernah menyinggung
tentang kedaulatan atau pengakuan kedaulatan wilayah Papua sebagai bagian
Negara kesatuan repulik Indonesia apalagi untuk penyerahan wilayah Papua ke
Pangkuan Ibu Pertiwi.
Dalam posisi yang sangat tidak dihargai, pada tahun
1956 Pemerintah Indonesia melalui Kabinet Ali II mengambil tindakan tegas
dengan membubarkan dan tidak mengakui keseluruhan isi perjanjian Konferensi
meja Bundar. Dengan demikian berdasar tindakan tegas dengan membubarkan dan
tidak mengakui keseluruhan isi perjanjian Konferensi Meja bundar. Dengan
demikian berdasar tindakan tersebut perjuangan bangsa Indonesia dalam
tuntutannya mengembalikan wilayah Papua telah mengalami perubahan besar yaitu
tuntutan didasarkan kepada kekuatan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang menyatakan
wilayah Indoensia dari Sabang sampai Merauke dan juga dilandasi dengan
Konstitusi Republik Indonesia.
Dengan kedua dasar pokok inilah secara yuridis dan
politis Indonesia memperjuangkan pembebasan Papua dari Pemerintah Kolonial
Belanda. Inti dari Perjuangan selanjutnya ialah bahwa penyelesaian masalah
Papua harus diselesaikan dengan cara Indonesia sendiri tanpa perserikatan
Bangsa - Bangsa sekalipun.
Pada tanggal 19 desember 1961, Pimpinan Negara
Republik Indonesia Presiden Soekarno bertindak merubah cara perjuangan merebut
Papua melalui Komando Rakyat yang lebih dikenal dengan Tri Komando Rakyat
( TRIKORA ) yang berisi:
1.
Gagalkan
pembentukan Negara Boneka Papua buatan Kolonial Belanda.
2.
Kibarkan
Sang Merah Putih di Irian Barat tanah Air Indonesia.
3.
Bersiap-siaplah
untuk mobilisasi umum guna mempertahankan Kemerdekaan dan kesatuan tanh air dan
bangsa.
Sejak saat itulah babak baru perjuangan bangsa
Indonesia dimulai, apalagi dipicu pertempuran laut Aru yang begitu heroic pada
tanggal 15 Januari 1962, yang membuat semangat seluruh rakyat Indonesia
menggelora dan meluap – luap dan secara serentak mendesak Pemerintah
Indonesia menyerbu Belanda di Papua secra frontal. Pada bulan Mei 1961 dan
seterusnya mendaratlah sekarelawan – sukarelawan dan Pasukan Indonesia ke
tanah Papua untuk memulai pertempuran melawan tentara Belanda.
Semangat dan kekuatan Indonesia dalam upaya
membebaskan Papua benar-benar semakin nyata dan meyakinkan apalagi dengan
adanya dukungan dari putra-putra Papua sendiri. Perjuangan ini harus ditebus
dengan pengerbonan ratusan pahlawan syuhada bangsa yang gugur dimedan perang.
Tekad Indonesia sudah bulat merebut kembali Papua, sekalipun akan mengakibatkan
meletusnya Perang Dunia III.
Konfrontasi Indonesia ini akhirnya melahirkan
persetujuan New York yang antara lain berisi : Kekuasaan Belanda secara formal
dihentikan atas Papua sejak 01 Oktober 1962 dan Indonesia secara berangsur –
angsur masuk Papua. Isi penting lain dalam Perjanjian New York adalah bahwa
pada tanggal 1 Mei 1963 Pemerintahan secara keseluruhannya diserahkan kepada
Indonesia dan Indonesia menyetujui adanya Oct Of Free Choiche pada tahun 1969.
Jelaslah bahawa tanggal 19 Desember 1961 merupakan
hari bersejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan Negara
Kesatuan yang berwilayah dari sabang sampai Merauke.
II. PERMASALAHAN
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dikemukakan beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan hari Trikora 19 desemberr sebagai berikut :
Pertama :
Banyak
masyarakat di Papua yang tidak mengetahui bahwa tidak peduli bahwa pada tanggal
19 desember sebagai hari Trikora, hari bersejarah yang mendorong semangat
perjuangan mewujudkan Negara Kesatuan Republic Indonesia.
Kedua :
Semangat
kejuangan dan Kepahlawanan yang heroic, pantang menyerah, berkorban tampa
pamrih, mendahulukan kepentingan Bangsa dan Negara diatas kepentingan golongan,
dari generasi Muda saat ini mulai luntur bahkan hilang.
Ketiga :
Memudarnya
rasa kebersamaannya, persatuan dan kesatuan ditengah situasi yang
mengancam keutuhan wilayah Republic Indonesia.
Keempat :
Provinsi
Papua sebagai hasil perwujudan perjuangan Pahlawan – pahlawan Trikora belum
secara Khusus memperingati tanggal 19 Desember sebagai tanggal bersejarah kembalinya
Papua kepangkuan Ibu Pertiwi.
Kelima :
Adanya
kepentingan Pihak-pihak dan golongan tertentu yang secara sistematis
mengaburkan sejarah perjuangan Bangsa dan lebih mengedepankan Issu Papua
Merdeka. Ironisnya sebagai Bangsa yang telah bersatu padu dan berjuang dengan
semangat Trikora saat ini tidak ada counter nyata dalam semangat damai untuk
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
III. TUJUAN PERINGATAN
Tujuan yang
ingin dicapai dari hari Trikora tahun 2003 di Provinsi Papua adalah :
Pertama :
Menanamkan
semangat dan nilai kejuangan kepada generasi Muda untuk cinta tanah air
Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Selain itu untuk menumbuhkan rasa
persatuan dan kesatuan bangsa sserta mengingatkan bahwa setiap jengkal wilayah
Indonesia ini adalah hasil tetesan darah para pejuang-pejuang bangsa yang tidak
sedikit.
Kedua :
Trikora
adalah perpaduan semangat kekuatan rakyat, kekuatan militer dan diplomasi
secara damai yangberarti menunjukkan adanya kebersamaan dalam menghadapi masalah
bangsa. Semangat itu yang sangat dibutuhkan menghadapi ancaman desitegrasi
bangsa dan separatisme diberbagai daerah.
Ketiga :
Memberikan
pemahaman sejarah agar tidak terjadi dan tidak terulang penghianatan oleh
bangsa sendiri. Semangat Trikora dibutuhkan untuk mengikis habis secara berani
dan gentlement terhadap pihak-pihak yang ingin mendirikan Negara Papua lepas
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keempat :
Otonomi
Khusus dapat berlangsung jika dilandasi semangat kebersamaan dari berbagai anak
bangsa di tanah Papua yang tengah membangun mengejar ketertinggalan dari daerah
lainnya di Indonesia.
IV. PERJUANGAN PEMBEBASAN IRIAN BARAT
MELALUI JALUR DIPLOMATIS
Piagam
pengakuan kedaulatan tercantum dalam pasal 1 (satu) yang berbunyi sebagai
berikut : “Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan penuh kepada R.I.S.tampa
syarat dan secara mutlak dan mengakui Indonesia Serikat tersebut. Sebagai
Negara yang Merdeka dan berdaulat.â€
Pernyataan
ini merupakan realisasi dari hasil Konfrensi Meja Bundar di Den Haag. Walaupun
status Irian Barat akan ditentukan 1 (satu) tahun setelah penyerahan secara
administrative oleh Belanda kepada Republik Indonesia Serikat sejak tanggal 27
Desember 1949.
Selama
tenggang waktu tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk menegakkan kembali
Kolonialisme – imperialisme di Irian Barat – Tanah Air Indonesia. Indonesia
selanjutnya mengambil langkah-langkah diplomatic. Melalui jalan panjang dari
kabinet satu ke kabinet lainnya.
A. Upaya Kabinet Natsir pada tahun 1950
Pada bulan
Desember 1950 Kabinet Natsir membuka Pintu perundingan namun mengalami
deadlock, sehingga dimanfaatkan oleh Belanda mengadakan Provokasi dengan
memperkuat pertahanannya di Irian Barat. Belanda merupakan Negara Agresor
terhadap Indonesia setelah lahirnya Piagam pengakuan kedaulatan. Pada
pertengahan tahun 1952 dengan persetujuan Parlemen Belanda secara unilateral
memasukan dengan resmi Wilayah Irian Barat kedalam wilayah Kerajaannya dengan
cara berubah Konstitusinya. Tindakan ini dilakukan tanpa sepengetahuan dan
tanpa perundingan dengan Pemerintah Republik Indonesia dan tanpa Pembicaraan
dengan Putra – Putra Indonesia kelahiran Papua.
B.
Usaha Kabinet Ali I pada tahun 1954
Upaya yang
dilakukan oleh Kabinet Ali I ini merupakan kelanjutan usaha diplomasi
sebelumnya dengan maksud menarik perhatian Internasional terhadap masalah Irian
Barat yang oleh Belanda dianggap masalah Internal. Pada tahun 1954
mulailah masalah ini diangkat Pertama kali dalam siding Umum PBB namun
mengalami kegagalan karena tidak mencukupi mayoritas 2/3 jumlah Anggota.
C. Usaha Kabinet Burhanuddin Harahap
tahun 1955 - 1956
Semasa
Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1955 Indonesia memulai lagi perundingan
melalui Sidang Umum PBB yang ke X membuahkan hasil yang kurang memuaskan.
Sidang Umum PBB mengagendakan perundingan Indonesia - Belanda di
Jenewa pada tanggal 10 Desember 1955 s/d 11 Februari 1956 namun Belanda
mengajukan syarat yang berbunyi “Discussing on certain problems concerning
west Irian on the understanding that, with regard the souvereignity each party
mainstains its standpoint†(Pembicaraan tentang beberapa soal mengenai Irian
Barat dengan pengertian bahwa perihal kedaulatan masing-masing pihak
mempertahankan pendiriannya) Syarat tersebut oleh Indonesia mengada-ada dan
tidak jelas, hal ini merupakan kelicikan Belanda, Untuk tetap mempertahankan
Irian Barat sebagai bagian dari Kerajaan Belanda. Perundingan mengalami
deadlock dan delegasi dan rakyat Indonesia harus mengalami kekecewaan,
Indonesia terpaksa mengambil tindakan tegas, yaitu pemerintah Indonesia
membubarkan Unie-status dengan Belanda secara unilateral yang berlaku tanggal
15 Februari 1956 dan hal ini merupakan pukulan pertama terhadap Belanda.
D. Usaha Kabinet Ali II pada tahun
1956
Tindakan keras
yang dilakukan Kabinet Ali II merupakan tindak lanjut dari Kabinet Burhanuddin
Harahap yaitu pada tanggal 13 Mei 1956 membubarkan keseluruhan perjanjian
K.M.B. termasuk induk persetujuan, piagam penyerahan kedaulatan, Uni- status,
perjanjian finec dan lain-lain seperti yang telah didaftarkan pada Sekretariat
PBB pada tanggal 14 Agustus 1950 no. 894. Tindakan Indonesia cukup
menggemparkan Dunia pada saat itu, karena Indonesia kembali pada kekuatan
semula yang tidak lagi berdasar pada perjanjian KMB. Tetapi telah berdasarkan
kekuatan proklamasi 17 Agustus 1945 dan konstitusi Republik Indonesia. Dasar
proklamasi Republik Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia berwilayah dari
Sabang sampai Merauke, dengan demikian dasar perjuangan Indonesia dalam tuntutannya
mengembalikan Irian Barat telah mengalami perubahan besar.
V. PERKEMBANGAN MASALAH IRIAN BARAT
DALAM SIDANG UMUM PBB
Sejak
diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang
diikuti terbentuknya Negara Republik Indonesia yang merdeka dan bebas serta
memiliki pemerintahan Nasional yang baru. Wilayahnya meliputi seluruh Daerah
Hindia Timur Belanda, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Secara politik dan
militer wilayah kedaulatan ini ditentang oleh Belanda namun rakyat Indonesia
tetap mengadakan perlawanan.
PBB
melakukan pengawasan terhadap sengketa antara Indonesia dan Belanda melalui
konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda yang dijadwalkan pada tanggal 2
November 1949. Pertemuan tersebut menghasilkan suatu keputusan yang disebut
Piagam Penyerahan Kedaulatan yang berbunyi sebagai berikut :
“ Kerajaan
Nederland menyerahkan kedaulatan penuh atas Indonesia dengan tidak bersyarat
dan tidak dapat dicabut kembali kepada Negara Republik Indonesia Serikat dan
dengan itu mengakui Negara Republik Indonesia Serikat tersebut sebagai satu
Negara yang merdeka yang berdaulat.†Penyerahan kedaulatan secara resmi
dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949. Namun persetujuan Konferensi Meja
Bundar masih menyimpan persoalan tentang Irian Barat yang merupakan bagian dari
Negara Republik Indonesia Serikat dan mengenai persoalan yang belum
terpecahkan, dirumuskan suatu kompromi sementara yang terdapat dalam pasal 2
(dua) dari piagam penyerahan Kedaulatan yang ditetapkan bahwa “Berhubung
dengan Residensi New Guinea – Residensiâ€.
Status Quo
dari keresidenan Irian Barat mengalami tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak
penyerahan kedaulatan pada Negara Republik Indonesia Serikat soal status
Politik Irian Barat dan akan ditetapkan melalui perundingan antara Negara
Republik Indonesia Serikat dengan kerajaan Belanda.
Hal ini
dimasnfaatkan oleh Pemerintah Belanda di Irian Barat ( New Guinea Barat ) untuk
tetap bertahan dan memperpanjang pemerintahannya sejak akhir perang dunia ke
II.
Sengketa
antara Republik Indonesia Serikat dengan Pemerintah Belandatentang persoalan
Irian Barat merupakan batu sandungan untuk terjalinnya hubungan yang lebih baik
antara kedua negara.
Pendudukan
pasukan Belanda di Irian Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia Serikat merupakan tantangan bagi Pemerintah Indonesia karena
Proklamasi 17 Agustus 1945 meletakkan dasar wilayah Negara Republik Indonesia
dari Sabang sampai Merauke. Sehingga Pemerintah Belanda tetap melancarkan
siasat liciknya melalui parlemen Belanda pada bulan Januari 1954 di isukan dan
disiarkan tentang kurangnya perhatian yang dicurahkan oleh Pemerintah Indonesia
terhadap penduduk asli Papua.
Segala dalih
dan upaya licik Belanda, mendorong Indonesia meminta perhatian PBB atas persoalan
Irian Barat yang merupakan sisa colonial di Negara yang berdaulat yang dapat
menjadi ancaman terhadap perdamaian dunia.
Situasi ini
tidak saja mengganggu hubungan kedua Negara yang bersengketa akan tetapi juga
Negara-negara lain yang masuk dalam anggota Perserikatan Bangsa Bangsa. Karena
itulah persoalan Irian Barat diusulkan oleh Pemerintah Indonesia untuk
dibicarakan dalam siding Umum PBB berdasarkan pasal 10 (sepuluh) dan 14 (empat
belas) dari piagam PBB sebagai salah satu agenda pembahasan.
Tindak
lanjut masalah Irian Barat sebagai salah satu agenda pembahasan dalam siding
umum Perserikatan Bangsa Bangsa ke-9 (yang akan berlangsung pada tanggal 21
September 1954) telah diajukan surat kepada sekretaris Jendral PBB yang
dilampiri memorandum penjelasan. Dibentuk pula satu team sebagai delegasi
Indonesia ke PBB yang dipimpin oleh Mr. Sunarjo dengan susunan sebagai berikut
:
Ketua
: Menteri Luar Negeri, Mr. Sunarjo
Wakil Ketua
I : Roeslan Abd.Gani, Sekjen Kemlu
Wakil Ketua
II : DR. abu hanafia, Kepala Direktotal PBB pada Kemlu
Anggota
: Prof. Mr. DR.Soepomo, Dubes London
Makarto
Notowidakdo Dubes Indonesia Washinton
Mr. usman
sastroamidjojo Dubes di Kanada
Mr. Sudjarwo
Tjondronegoro Kepala Perwakilan tetap Indonesia PBB
Wakil – wakil : Mr. Tamsil
Duber di Kamberra Australia
Anggota
: Ahmad Natanegara
Hartati S.
Marsuki
Drs. Khow
Bien Tie
Mr. Zain
Mr. Laili
Rusad
Penasehat
: Arudji Kartawinata
Otto
Rondonuwu
Drs. Ds.
Diapari
Hadjari
Mr. Burhanuddin
Imam Sutarjo
Bebasa
Daenglalo
Manuabe
Dr.
St.Z.A.Abidin
Delegasi
tersebut mewakili Indonesia pada siding Umum PBB ke IX yang berlangsung mulai
tanggal 21 September 1954 untuk membawa persoalan Irian Barat sebagai
salah satu agenda pembahasan dan juga soal embargo untuk menjadi Sidang Umum
PBB. Dengan harapan dapat meraih dukungan suara dari beberapa Negara untuk
menempatkan soal Irian Barat dalam acara Sidang Umum PBB.
Masuknya
ususlan Indonesia kedalam pembahasan siding umum PBB, maka tanggal 23
September 1954 komisi Agenda Majelis Umum PBB yang beranggotakan 15 orang
menyetujui dicantumkannya masalah Irian Barat kedalam siding umum Majelis
Perserikatan Bangsa Bangsa. Hasil voting : 38 suara setuju, 12 suara
menolak, dan 9 suara blangko. Berdasarkan hasil inilah Pimpinan Delegasi
Indonesia mendapat kesempatan berpidato dalam Sidang Umum.
Perserikatan
Bangsa Bangsa Pada tanggal 1 Oktober 1954. Dalam pidatonya Mr. Sunarjo
menyampaikan pendirian bangsa Indonesia untuk membentangkan garis garis besar
politik Luar Negeri Republik Indonesia tentang hidup bersama secara
damai. Sehingga menimbulkan tanggapan dan pendapat dari Negara-Negara peserta
yaitu :
a.
Pendapat
pertama berpihak kepada pemerintah Belanda seperti Australia, dan siap mendukung
Pemerintah Belanda untuk tetap menguasai Irian Barat.
b.
Pendapat
kedua mendukung Pemerintah Indonesia terutama Negara – Negara Asia Afrika
yang menegaskan pendiriannya terhadap Pemerintah Indonesia tentang Irian Barat
tetap masuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.
Pendapat
ketiga abstain.
Dari reaksi
– reaksi yang diperdengarkan oleh Negara – Negara peserta, Pemerintah
Republik Indonesia mendapat suatu kesimpulan perimbangan, sokongan suara dan
moril berasal dari Negara – Negara Blok Afro – Asia dan beberapa Negara
Eropa Timur apabila masalah Irian Barat mulai dibicarakan dalam Sidang Umum PBB
nanti.
Argumen
Delegasi Indonesia di PBB pada tahun 1950 bahwa Belanda tidak lagi berhak
tinggal di Irian Barat, karena menurut persetujuan Konferensi Meja Bundar
status Irian Barat harus ditentukan dalam pembicaraan antara Indonesia &
Belanda. Namun secara diam-diam Parlemen Belanda dalam sidangnya memasukan
Irian Barat kedalam Kerajaan Belanda. Dengan demikian Belanda
secara terang-terangan melanggar perjanjian yang telah disepakati oleh kedua
Negara.
Dalam sidang
mingguan yang dilangsungkan pada tanggal 23 November 1954 Dewan Menteri
membicarakan usulan resolusi yang diajukan oleh Delegasi Indonesia ke PBB
mengenai masalah penyelesaian sengketa Irian Barat. Yang isinya “Bahwa
Indonesia menuntut supaya PBB meminta kepada Pemerintah Indonesia &
Pemerintah Belanda untuk segera memulai perundingan kedua pihak untuk mencapai
persetujuan tentang status Politik Irian Barat.
Berkenaan dengan
keterangan yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Belanda Luns, dalam
konferensi pers di PBB pada tanggal 23 November 1954, mengenai pandangannya
sekitar masalah Irian Barat tidak perlu dibicarakan, mengharuskan Menteri Luar
Negeri RI Sunarjo membantah pernyataan itu sebab bertentangan dengan Piagam
Penyerahan Kedaulatan. Tuntutan Indonesia itu mutlak dan adil karena Papua
adalah bagian integral Indonesia sebagai Hindia Belanda yang masih dijajah oleh
Belanda.
VI. RESOLUSI 8 ( DELAPAN ) NEGARA
Meskipun
usulan Resolusi yang diajukan oleh pemerintah Indonesia merupakan
Resolusi yang dianggap enteng, tapi perkembangan yang terdapat di PBB
menunjukkan bahwa sekalipun penyokong penyokong Indonesia masih belum dapat
mencapai pendukung yang memadai untuk dapat diterima dalam sidang umum
PBB, namun ada semangat solidaritas Asia – Afrika.
Muncul
insiatif dari India untuk mengajukan suatu Resolusi baru sehingga pada tanggal
29 November 1954 wakil India bersama dengan 7 wakil Negara lainnya mengajukan
Resolusi sebagai perubahan dari Resolusi Indonesia, yakni :
1.
Harapan
Pemerintah dari Delegasi Negara – Negara tersebut agar Pemerintah Indonesia
dan Belanda supaya melanjutkan usaha-usahanya untuk mengakhiri persengketaan
yang kini terdapat diantara kedua Negara sesuai dengan asas – asas Piagam
PBB.
2.
Meminta
kepada pihak bersengketa untuk melaporkan kemajuan dari usaha itu kepada siding
Ke X majelis umum PBB tahun 1955.
Hal ini
mendapat tanggapan positif dari Negara – Negara Peserta sehingga pada voting
suara terdapat 34 (tigapuluh empat) suara pro, 14 (empatbelas) suara Kontra dan
10 (sepuluh) suara Abstain. Dengan demikian akan lebih mudah mendapat kelebihan
suara mutlak ( 2/3 dari jumlah anggota )
VII. RESOLUSI RAKYAT DAN STATEMENT
PEMERINTAH
Setelah
Indonesia mangalami kegagalan dalam memperjuangkan Irian Barat melalui forum
Internasional “ Organisasi Dunia PBB “ Indonesia tetap bertekad untuk
mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan Ibu Pertiwi tanpa PBB. Dengan demikian
Indonesia membentuk panitian pembebasan Irian Barat. Dalam rapat Akbar yang
dihadiri ratusan ribu rakyat dilapangan Merdeka barat pada tanggal 5 November
1945, sebagaimana disampaikan oleh PM Ali serta Menteri Luar Megeri Mr. Sunarjo
isinya antara lain:
1.
Memasukan
Irian Barat secara Unilateral kedalam wilayah Indonesia dan menyatakan
kekuasaan Belanda di Irian Barat sebagai aggressor.
2.
Segera
membentuk pemerintahan Provinsi Irian Barat.
3.
Menjawab
tindakan pemerintah Belanda dengan memutuskan hubungan diplomatic antara
Indonesia dengan Belanda.
4.
Segera
mengambil tindakan terhadap pemimpin yang terang terangan membantu kolonialisme
Belanda dalam mempertahankan penjajahan di Irian Barat.
Persatuan
untuk menghadapi perjuangan pembebasan Irian Barat dan menyerukan kepada Dunia
supaya menyokong tuntutan rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari
kolonialisme Belanda. Resolusi tersebut disampaikan pula kepada Komisaris
tinggi Belanda di Indonesia, Negara – Negara anggota PBB dan Organisasi
Internasional lainnya.
VIII. IRIAN BARAT DALAM KONFERENSI
ASIA–AFRIKA DI BANDUNG (18-4-1955 s/d 24-4-1955)
Atas
prakarsa Indonesia pada konferensi lima Negara Asia di Colombo tanggal 28-30
April 1954 maka pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954 di Bogor 5 Perdana
Menteri Negara – Negara Colombo, yaitu Birma, India, Indonesia, Pakistan dan
Srilangka mengadakan Konferensi persiapan menuju Konferensi Asia Afrika
Pertama yang dilangsungkan apada tanggal 18 s/d 24 April 1955. Konferensi
bersejarah ini diikuti oleh 29 Negara Asia Afrika, diadakan dalam Gedung
Merdeka di Bandung. Di dalam Konferensi tersebut, Indonesia tidak mengangkat
persoalan Irian Barat kedalam Agenda Pembahasan.
Maksud yang
dilancarkan oleh Indonesia dengan tidak memasukkan persoalan Irian Barat secara
ekspilisitdalan Konferensi Asia Afrika bahkan juga pada pidato pembukaan oleh
Presiden Soekarno yang tidak menyinggung sepatah katapun tentang Irian Barat,
dilakukan untuk menghilangkan Image seakan – akan Indonesia sebagai
pemrakarsa, sponsor, organisator dansebagai tuan rumah Konferensi Asia Afrika
hendak memperalat demi kepentingan Indonesia. Namun dalam Pidato ketua Delegasi
Syiria pada rapat umum terbuka, Beliau menyinggung masalah Irian Barat dan menamakan
peninggalan imperialisme dan kolonialisme di Asia dan Afrika.
Usulan
delegasi Syiria untuk memasukan masalah Irian Barat ke dalam pembahasan di
setujui oleh para peserta delegasi dan menyerahkan sepenuhnya kepada delegasi
Indonesia. Dan apa yang diinginkan delegasi Indonesia akan disetujui. Dengan
alasan itu, maka siding Pleno tertutup akhirnya membentuk sebuah panitia kecil
yang terdiri dari wakil-wakil Indonesia Syiria, Birma, Iran, dan Turki. Setelah
panitia usai merumuskan maka hasilnya dilaporkan kedalam siding tertutup yang
diterima dengan suara bulat dengan demikian dukungan terhadap perjuangan Irian
Barat makin bertambah dan meluas.
IX. TRIKOMANDO RAKYAT
Perundingan
– perundingan yang dilakukan pihak Indonesia dan Belanda mengenai kedudukan
Irian Barat tidak membuahkan hasil yang baik bahkan menimbulkan kemarahan dari
masyarakat Indonesia sehingga muncul tuntutan untuk menghentikan upaya politik
dan diplomatic. Belnda bahkan berupaya mendirikan Negara Papua yang sebenarnya
hanyalah keinginan Pemerintah Belanda untuk tetap menguasai Irian Barat.
Kekecewaan
masyarakat Indonesia akhirnya mendesak pemerintah untuk merebut Irian Barat
melalui kekuatan militer atau konfrontasi. Presiden Republik Indonesia Presiden
Soekarno lewat pidatonya di Yogyakarta telah membakar semangat seluruh rakyat
untuk tetap bertekad mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama
Irian Barat yang selama ini menjadi sengketa antara Indonesia dan Belanda.
Seluruh rakyat telah siap untuk mengadakan mobilisasi umum, membebaskan Irian
Barat dari cengkeraman Imperialisme Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1961
Presiden/Panglima tertinggi angkatan perang Republik Indonesia Soekarno
mengumandangkan dan menanda tangani Trikomando Rakyat yang naskahnya
dibacakan oleh Dewan Pertahanan Nasional.
X. SEKITAR JALANNYA PERTEMPURAN ARU
Peristiwa
Aru dapat dijadikan barometer atau “Test Case†untuk mengukur betapa
tingginya semangat dan daya tempur yang dimiliki oleh kesatuan – kesatuan
tempur kita sebagaimana yang telah dibuktikan pada pertempuran di laut
Aru pada tanggal 15 Januari 1962. KRI Macan Tutul, Macan Kumbang dan KRI
Harimau mengadakan Patroli sebagai persiapan untuk membebaskan Irian Barat ke
Pangkuan Ibu Pertiwi. Dalam kegiatan tersebut, Komodor Yos Sudarso sebagai
Deputi Kepala Staf angkatan Laut bertempat di KRI Macan Tutul ikut dalam tugas
saat itu. Ketiga kesatuan Kapal tempur yang bertugas Patroli dengan membawa Tim
Inspeksi dari Markas Besar Angkatan Laut diserang secara tiba-tiba oleh kapal
dan pesawat Belanda, sementara posisi kita masih berada di perairan Indonesia.
Dengan jiwa besar dan rasa patriotisme, Komodor Yos Sudarso mangambil alih
Komando dan menyampaikan pesan tempur “Kobarkan semangat pertempuranâ€
dengan Kapal KRI Macan tutul Komodor Yos Sudarso mangadakan serangan balasan
untuk mengalihkan perhatian serangan musuh sebagai tindakan penyelamatan kedua
kapal perang KRI Macan Kumbang dan KRI Harimau. Pertempuran tidak seimbang,
Komodor Yos Sodarso dan beberapa anggotanya gugur sebagai bunga bangsa.
Di bulan
April, Mei dan seterusnya di tahun 1962 dilakukan pendaratan oleh sukarelawan
– sukarelawan Indonesia di daratan Irian Barat dan terjadilah pertempuran
sengit antara sukarelawan Indonesia dan Pasukan Belanda yang pada akhirnya
secara bertahapdaratan Irian Barat dapat dikuasai oleh sukarelawan Indonesia
dimulai dari direbutnya Teminabuan, pada tanggal 21 Mei 1962 dan berlanjut ke
Sausapur pada tanggal 30 Mei 1962. Atas kegiatan konfrontasi Militer Indonesia
menyebabkan kekuatiran Belanda di Irian Barat dan kekawatiran Den Haag,
akibatnya Pemerintah Belanda melalui Menterinya dan Wakil tetapnya di PBB
mengadukan Indonesia dengan tuduhan melakukan agresi yang dapat mengancam
perdamaian Dunia.
XI. PERSETUJUAN NEW YORK
Dalam saat
kritis dimana Kolonialisme Belanda sudah terdesak, datanglah suatu usul
dari Elsworth Bunker seorang Diplomat Amerika yang kenamaan untuk membawa kedua
belah pihak kembali kemeja perundingan. Usul Bunker ini memuat beberapa dasar
penyelesaian yang pada dasarnya penyerahan Administrasi Irian Barat dari
Pihak Belanda kepada Indonesia melalui pihak Ketiga sebagai pemegang masa
transisi.
Prinsip –
Prinsip Bunker ini sederhana, singkat dan merupakan prinsip-prinsip yang
membawa usaha pendekatan antara Indonesia dan Belanda dan digariskannya
keharusan penyerahan administrasi Irian Barat kepada Indonesia yang menyebabkan
Indonesia harus memperhatikan prinsip ini.
Dalam
penyelesaian sengketa tersebut, maka pada tanggal 26 Mei 1962 Bunker mengeluarkan
beberapa prinsip untuk mengakhiri sengketa yang terjadi antara Indonesia
dan Belanda yaitu :
1.
Pemerintah
Indonesia dan Belanda masing – masing akan menandatangani
persetujuan-persetujuan tersendiri yang akan diajukan kepada Pejabat sekretaris
Jenderal PBB di New York.
2.
Pemerintah
Belanda menyetujui penyerahan Pemerintah Irian Barat kepada Badan
Eksekutif sementara dibawah pengawasan Pejabat Sekretaris Jenderal PBB,
dan akan mengangkat Kepala Pemerintahan Netral yang bukan berasal dari kedua
belah pihak. Dan bertugas dalam waktu tidak kurang 1 (satu) tahun dan tidak
lebih dari 2 (dua) tahun.
3.
Badan
eksekutif sementara dibawah Pejabat Sekretaris Jenderal PBB untuk
menyelenggarakan Pemerintahan Irian Barat selama tahun Pertama dengan
Bantuan Personalia tidak berasal dari kedua belah pihak.
Dengan
demikian penerimaan Indonesia pada prinsipnya menerima, namun tidak berarti
secara apriori menerima secara keseluruhan pasal-pasal yang diusulkan Bunker,
karena Indonesia tentu tidak akan menerima penyerahan Irian Barat sampai
menunggu 2 (dua) tahun.
Sesuai
persetujuan New York bahwa Belanda menyerahkan kekuasaan atas Irian Barat
kepada PBB. Untuk maksud itu, dibentuklah Badan Pemerintahan Sementara PBB (
United Nasions Tempory Exsekutif Authority disingkat UNTEA ). Persiapan
pengambil alihan kekuasaan dari tangan Belanda berjalan lancer pada tanggal 1
Oktober 1962 secara resmi berlangsung penyerahan kekuasaan dari Pemerintahan
Belanda kepada UNTEA.
Berdasarkan
keinginan dan desakan Rakyat Irian Barat maka sekretaris Jenderal PBB pada
bulan Februari 1963 ke Jakarta dan Jayapura untuk memperjelas bahwa PBB akan
menjamin kelancaran proses alih kekuasaan dari UNTEA kepada Pemerintah
Indonesia untuk lebih meyakinkan lagi tuntutan Rakyat Irian Barat, pada tanggal 10 Februari 1963 terjadi
penyerahan Pemerintahan dari Untea kepada Pemerintah Indonesia. Begitupula pada
tanggal 1 Desember 1963 sejumlah wakil-wakil rakyat Irian Barat mencetuskan dan
menandatangani “Piagam Kota Baruâ€, yang apada prinsipnya penanda tanganan
mengakui bahwa tanggal 17 Agustus 1945 merupakan Hari Kemerdekaan, juga bagi
rakyat dan wilayah Irian Barat. Adapun kebulatan ikrar tekad dan janji yang
tertuang dalam Piagam Kota Baru tersebut menyatakan bahwa Putra Putri Irian
Barat ikut berpartisipasi dalam membangun Irian Barat dalam lingkungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan ikut bertanggung jawab atas keamanan,
ketertiban di wilayah Irian Barat, mengakui pula Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
sebagai Sumpah Rakyat Irian Barat dan Patuh, Setia, kepada Pancasila dn Undang
Undang Dasar 1945.
XII. PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT
Menurut
persetujuan New York, Pemerintah Indonesia berkewajiban memberi kesempatan
kepada Penduduk Irian Barat untuk melaksanakan kebebasan memilih. Lebih lanjut
persetujuan itu secara tegas menetapkan bahwa pelaksanaan kebebasan memilih
diserahkan sepenuhnya kepada Indonesia. Adapun Pegawai – Pegawai yang diikut
sertakan dalam PEPERA hanya berkedudukan sebagai Pemberi Nasehat dan Pembantu.
Dalam Persetujuan
New York ditegaskan bahwa kebebasan memilih itu akan dilaksanakan sesuai
dengan praktek Internasional. Tetapi ketentuan tersebut tidak mungkin
dilaksanakan mengingat kondisi Irian Barat. Oleh karena itu berdasarkan mandat
/ wewenang PBB kepada Indonesia melalui persetujuan New York, maka Pemerintah
Indonesia mencari cara yang demokratis dengan mengadakan konsultasi atau
musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat di Irian Barat. Musyawarah tersebut
dimaksudkan untuk menentukan cara terbaik yang disesuaikan dengan kondisi Irian
Barat. Karena pelaksanaan Pepera menjadi tanggung jawab Indonesia cara dan
prosedur yang ditentukan untuk pelaksanaan Pepera sebagai berikut:
1.
Pelaksanaan
Pepera dilaksanakan dengan cara musyawarah / Demokrasi Indonesia.
2.
Tempat
pelaksanaan Pepera di tiap Kabupaten yang ada di Provinsi Irian Barat.
3.
Untuk
menyelenggarakan Pepera di tiap Kabupaten dibentuk suatu Dewan Musyawarah
Pepera yang merupakan Perwakilan dari seluruh Kabupaten itu.
4.
Besarnya Dewan
Musyawarah Pepera (DMP) sebanding dengan banyaknya Penduduk Kabupaten masing -
masing.
5.
Mengenai
jumlah wakil-wakil semula ditetapkan bahwa setiap 750 orang Penduduk mempunyai
1 (satu) orang wakil, tetapi karena Kabupaten Fak-Fak hanya berpenduduk 40.000
jiwa dan Kabupaten Jayawijaya berpenduduk 165.000 orang maka ketentuan baru
adalah minimum 75 orang dan maksimum 175 orang anggota DMP setiap Kabupaten.
XIII. Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai salah satu
kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan New York, adalah
pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian Barat paling
lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk menentukan apakah rakyat Irian Barat
memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat Rakyat akhirnya
dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi
dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera
dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan
suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik
Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan
dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure
Irian Jaya sah menjadi milik RI.
Dengan menganalisa
fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian dilaksanakan Pepera, dapat
diambil kesimpulan bahwa Pepera mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah
Indonesia, yaitu :
1. bukti bahwa
pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui konfrontasi bukan
merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa lain, karena
secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat merupakan
bagian dari wilayah RI
2. upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat
bukan merupakan tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat
Irian Barat. Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung
dengan Republik Indonesia.
XIV. PENUTUP
Demikian
materi Sejarah Perjuangan Pembebasan Irian Barat ini dibuat sebagai acuan dalam
rangka memperingati hari Trikora sekaligus merupakan bahan informasi mengenai
sejarah perjuangan Bangsa, khusunya tentang perjuangan dan pengorbanan yang
dilakukan oleh Putra – Putra terbaik Bangsa melalui jalan perundingan,
politik serta pengerahan kekuatan seluruh komponen bangsa. Pembebasan Irian
Barat dari kolonialisme Belanda kembali kepangkuan Ibu Pertiwi, dilaksanakan
atas dasar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 yaitu,
Negara Republik Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke.
RINGKASAN MATERI
Perjuangan Merebut Irian Barat
Alasan : Belanda tidak menepati isi KMB
yang menyebutkan bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat setelah satu tahun
pengakuan kedaulatan.
Melalui
Diplomasi :
a. 4 Desember 1950 = konferensi Uni
Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda
menyerahkan Irian Barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda.
b. Desember 1951 = Perundingan
bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni
dan masuknya Irian Barat ke wilayah NKRI, namun gagal.
c. September
1952 = Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda
mengenai Irian Barat, namun gagal.
d.
Perjuangan Diplomasi Tingkat Internasional
1) Dalam
Konferensi Colombo bulan April 1954, Indonesia memajukan masalah Irian Barat.
Indonesia berhasil mendapat dukungan.
2) Pada
tahun 1954 Indonesia mengajukan masalah Irian Barat dalam sidang PBB. Namun
mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan yang kuat.
3)Dalam KAA
tahun 1955 Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat. Hingga tahun
1956, perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat
mengalami kegagalan. Karena mengalami kegagalan dan tidak ada itikad baik dari
Belanda untuk menyelesaikannya, maka pemerintah Indonesia mengambil jalan
konfrontasi.
Melalui
Konfrontasi Ekonomi:
1)Nasionalisasi
de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951.
2)Pemerintah
Indonesia melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) melakukan penerbangan dan
pendaratan di wilayah Indonesia.
3)Pemerintah
Indonesia melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda.
4)Pemogokan
buruh secara total pada perusahan-perusahaan Belanda di Indonesia yang memuncak
pada tanggal 2 Desember 1957.
5)Semua perwakilan konsuler Belanda
di Indonesia dihentikan mulai 5 Desember 1957 Pada saat itu juga dilakukan aksi
pengambilalihan
atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie.
atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie.
Melalui Konfrontasi Politik :
17 Agustus
1956 - pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukotanya
Soa Siu. Wilayahnya meliputi wilayah yang diduduki Belanda serta daerah Tidore,
Oba, Weda, Patani, dan Wasile. Gubernurnya yang pertama adalah Zainal Abidin
Syah.
Dibentuk Partai Persatuan
Cenderawasih dengan tujuan untuk dapat segera menggabungkan wilayah Irian Barat
ke dalam RI.
4 Januari
1958 - pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB).
Dengan tujuan mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian Barat.
17 Agustus 1960 - Indonesia
memutuskan hubungan diplomatic dengan Belanda
Melalui Konfrontasi Militer :
Dewan
Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang berisi:
1.Gagalkan pembentukan
“Negara Boneka Papua” buatan Belanda.
2.Kibarkan Merah Putih di Irian
Barat.
3.Bersiaplah untuk mobilisasi umum.
Langkah pemerintah menindaklanjuti Trikora:
1.Membentuk
Provinsi Irian Barat gaya baru dengan ibukota Kota Baru.
2.Membentuk Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat yang bertugas:
a.Merencanakan, mempersiapkan, Dan
menyelenggarakan operasi-operasi militer.
b.Menciptakan
daerah bebas secara defacto atau mendudukkan unsur kekuasaan RI di Irian Barat.
Strategi Panglima Mandala :
1.Sampai tahun 1962, fase infiltrasi dengan memasukkan 10 kompi sekitar sasaran tertentu.
2.Awal tahun 1963, fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, dan menduduki semua pos pertahanan musuh.
3.Awal tahun 1964, fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan-kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.
1.Sampai tahun 1962, fase infiltrasi dengan memasukkan 10 kompi sekitar sasaran tertentu.
2.Awal tahun 1963, fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, dan menduduki semua pos pertahanan musuh.
3.Awal tahun 1964, fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan-kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.
15 Januari 1962 – pertempuran di
Laut Arafuru -> sebelum Komando Mandala bekerja aktif, unsure militer yang
tergabung dalam Motor Torpedo Boat (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian
Barat. Namun, mata-mata Belanda mengetahuinya.
Sekjen PBB mengutus diplomat Amerika Serikat, Elsworth Bunker untuk menengahi perselisihan Indonesia Belanda. Bunker mengajukan rencana penyelesaian Irian Barat yang dituangkan dalam Bunker Proposal (Rencana Bunker) pada Maret 1962 yang berisi :
1.Belanda harusmenyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui suatu badan pemerintahan PBB.
2.Rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menentukan pendapatnya setelah sekian tahun di bawah Pemerintahan RI.
New York Agreement :
Pemerintah RI menyetujui Rencana Bunker tersebut, namun Belanda menolaknya. Amerika Serikat yang semula mendukung posisi Belanda, berbalik menekan Belanda agar mau berunding dengan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962, Belanda bersedia berunding dengan Indonesia di Markas Besar PBB. Kedua belah pihak menyepakati New York Agreement yang berisi :
1.Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada UNTEA paling lambat 1 Oktober 1962.
2.Pasukan Indonesia yang telah berada di Irian Barat berada di bawah UNTEA, sedangkan pasukan belanda secara berangsur-angsur dipulangkan.
3.Bendera Indonesia mulai dikibarkan di samping bendera PBB sejak 31 Desember 1962.
4.Pemerintah RI secara resmi akan menerima pemerintahan atas Irian Barat dari UNTEA selambat-lambatnya pada 1 Mei 1963.
5. Pemerintah RI wajib menyelenggarakan pepera (penentuan pendapat rakyat) paling lambat akhir tahun 1969.
1 Mei 1963 – upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada RI di Hollandia (Jayapura). Nama Irian Barat kemudian diubah menjadi Irian Jaya sebagai provinsi RI ke-26.
Pepera :
Pepera dilaksanakan sejak 24 Maret hingga 4 Agustus 1969. Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian Jaya memutuskan Irian Jaya merupakan bagian dari Republik Indonesia. Irian Jaya sah secara de jure menjadi bagian dari wilayah RI setelah dilaporkan dalam sidang Umum PBB ke-24 November 1963.