Sabtu, 31 Maret 2012


SEJARAH  PERJUANGAN
PEMBEBASAN   IRIAN  BARAT   ( PAPUA )
        I.      LATAR  BELAKANG
Upaya memasukan kembali Irian Barat / Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi merupakn suatu perjuangan panjang yang berat dengan mempertaruhkan harga diri bangsa dan seluruh rakyat Indonesia. Perundingan – perundingan mengenai penyerahan wilayah papua yang dilakukan oleh Pihak Indonesia dan pihak Belanda tidak membuahkan hasil yang baik. Berkali – kali masalah Papua diajukan oleh wakil – wakil bangsa Indonesia di depan siding Umum Perserikatan Bangsa – bangsa di New York, namun tanpa menghasilkan perubahan sikap di pihak Belanda. Sebaliknya Belanda melecehkan martabat Bangsa  yang berdaulat yang telah Merdeka sejak 17 Agustus 1945.
Belanda mengadakan tindakan –tindakan penguatan diri di Papua. Berbagai tindakan di bidang Politik, ekonomi dan Militer dilakukan oleh pihak Belanda dengan harapan agar Papua dapat dipisahkan dengan daerah –daerah Indonesia lainnya. Secara lebih menyakitkan pada pertengahan  Agustus  1952 Belanda dengan persetujuan Parlemennya  memasukkan dengan resmi wilayah Papua kedalam wilayah Kerajaan Belanda, dengan cara merubah Konstitusinya tanpa memberitahu dan merundingkan dengan Pemerintah Indonesia. Belanda telah menginjak – injak harga diri Bangsa Indonesia dan telah melanggar Konferensi Meja Bundar, melanggar hokum Internasional.  Dengan fakta – fakta  ini terbuktilah bahwa Belanda dengan sistematis dan terencana telah mengambil Papua dari wilayah Negara Kesatuan republic Indonesia.
Terbukti sudah bahwa upaya–upaya perundingan dengan cara damai dari kegiatan satu ke Kabinet yang lain tidak ada gunanya, karena Belanda selalu berdalih dan beralasan dengan memberikan syarat – syarat yang berat dan tidak jelas. Perundingan yang dilakukan tidak pernah menyinggung tentang kedaulatan atau pengakuan kedaulatan wilayah Papua sebagai bagian Negara kesatuan repulik Indonesia apalagi untuk penyerahan wilayah Papua ke Pangkuan Ibu Pertiwi.
Dalam posisi yang sangat tidak dihargai, pada tahun 1956 Pemerintah Indonesia melalui Kabinet Ali II mengambil tindakan tegas dengan membubarkan dan tidak mengakui keseluruhan isi perjanjian Konferensi meja Bundar. Dengan demikian berdasar tindakan tegas dengan membubarkan dan tidak mengakui keseluruhan isi perjanjian Konferensi Meja bundar. Dengan demikian berdasar tindakan tersebut perjuangan bangsa Indonesia dalam tuntutannya mengembalikan wilayah Papua telah mengalami perubahan besar yaitu tuntutan didasarkan kepada kekuatan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang menyatakan wilayah Indoensia dari Sabang sampai Merauke dan juga dilandasi dengan Konstitusi Republik Indonesia.
Dengan kedua dasar pokok inilah secara yuridis dan politis Indonesia memperjuangkan pembebasan Papua dari Pemerintah Kolonial Belanda. Inti dari Perjuangan selanjutnya ialah bahwa penyelesaian masalah Papua harus diselesaikan dengan cara Indonesia sendiri tanpa perserikatan Bangsa - Bangsa sekalipun.
Pada tanggal 19 desember 1961,  Pimpinan Negara Republik Indonesia Presiden Soekarno bertindak merubah cara perjuangan merebut Papua melalui Komando Rakyat yang lebih dikenal dengan Tri  Komando Rakyat ( TRIKORA )  yang berisi:
1.       Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Kolonial Belanda.
2.       Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah Air Indonesia.
3.       Bersiap-siaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan Kemerdekaan dan kesatuan tanh air dan bangsa.
Sejak saat itulah babak baru perjuangan bangsa  Indonesia dimulai, apalagi dipicu pertempuran laut Aru yang begitu heroic pada tanggal 15 Januari 1962, yang membuat semangat seluruh rakyat Indonesia menggelora dan meluap – luap dan secara serentak mendesak Pemerintah Indonesia menyerbu Belanda di Papua secra frontal. Pada bulan Mei 1961 dan seterusnya mendaratlah sekarelawan – sukarelawan dan Pasukan Indonesia ke tanah Papua untuk memulai pertempuran melawan tentara Belanda.
Semangat dan kekuatan Indonesia dalam upaya membebaskan Papua benar-benar semakin nyata dan meyakinkan apalagi dengan adanya dukungan dari putra-putra Papua sendiri. Perjuangan ini harus ditebus dengan pengerbonan ratusan pahlawan syuhada bangsa yang gugur dimedan perang. Tekad Indonesia sudah bulat merebut kembali Papua, sekalipun akan mengakibatkan meletusnya Perang Dunia III.
Konfrontasi Indonesia ini akhirnya melahirkan persetujuan New York yang antara lain berisi : Kekuasaan Belanda secara formal dihentikan atas Papua sejak 01 Oktober 1962 dan Indonesia secara berangsur – angsur masuk Papua. Isi penting lain dalam Perjanjian New York adalah bahwa pada tanggal 1 Mei 1963 Pemerintahan secara keseluruhannya diserahkan kepada Indonesia dan Indonesia menyetujui adanya Oct Of Free Choiche pada tahun 1969.
Jelaslah bahawa tanggal 19 Desember 1961 merupakan hari bersejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan Negara Kesatuan yang berwilayah dari sabang sampai Merauke.
     II.      PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan hari Trikora 19 desemberr sebagai berikut :
Pertama :
Banyak masyarakat di Papua yang tidak mengetahui bahwa tidak peduli bahwa pada tanggal 19 desember sebagai hari Trikora, hari bersejarah yang mendorong semangat perjuangan mewujudkan Negara Kesatuan Republic Indonesia.
Kedua :
Semangat kejuangan dan Kepahlawanan yang heroic, pantang menyerah, berkorban tampa pamrih, mendahulukan kepentingan Bangsa dan Negara diatas kepentingan golongan, dari generasi Muda saat ini mulai luntur bahkan hilang.
Ketiga :
Memudarnya rasa  kebersamaannya, persatuan dan kesatuan ditengah situasi yang mengancam keutuhan wilayah Republic Indonesia.
Keempat :
Provinsi Papua sebagai hasil perwujudan perjuangan Pahlawan – pahlawan Trikora belum secara Khusus memperingati tanggal 19 Desember sebagai tanggal bersejarah kembalinya  Papua kepangkuan Ibu Pertiwi.
Kelima :
Adanya kepentingan Pihak-pihak dan golongan tertentu yang secara sistematis mengaburkan sejarah perjuangan Bangsa dan lebih mengedepankan Issu Papua Merdeka. Ironisnya sebagai Bangsa yang telah bersatu padu dan berjuang dengan semangat Trikora saat ini tidak ada counter nyata dalam semangat damai untuk keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
   III.      TUJUAN PERINGATAN
Tujuan yang ingin dicapai dari hari Trikora tahun 2003 di Provinsi Papua adalah :
Pertama :
Menanamkan semangat dan nilai kejuangan kepada generasi Muda untuk  cinta tanah air Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Selain itu untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa sserta mengingatkan bahwa setiap jengkal wilayah Indonesia ini adalah hasil tetesan darah para pejuang-pejuang bangsa yang tidak sedikit.
Kedua :
Trikora adalah perpaduan semangat kekuatan rakyat, kekuatan militer dan diplomasi secara damai yangberarti menunjukkan adanya kebersamaan dalam menghadapi masalah bangsa. Semangat itu yang sangat dibutuhkan menghadapi ancaman desitegrasi bangsa dan separatisme diberbagai daerah.
Ketiga :
Memberikan pemahaman sejarah agar tidak terjadi dan tidak terulang penghianatan oleh bangsa sendiri. Semangat Trikora dibutuhkan untuk mengikis habis secara berani dan gentlement terhadap pihak-pihak yang ingin mendirikan Negara Papua lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keempat :
Otonomi Khusus dapat berlangsung jika dilandasi semangat kebersamaan dari berbagai anak bangsa di tanah Papua yang tengah membangun mengejar ketertinggalan dari daerah lainnya di Indonesia.
   IV.      PERJUANGAN PEMBEBASAN IRIAN BARAT MELALUI JALUR DIPLOMATIS
Piagam pengakuan kedaulatan tercantum dalam pasal 1 (satu) yang berbunyi sebagai berikut : “Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan penuh kepada R.I.S.tampa syarat dan secara mutlak dan mengakui Indonesia Serikat tersebut. Sebagai Negara yang Merdeka dan berdaulat.”
Pernyataan ini merupakan realisasi dari hasil Konfrensi Meja Bundar di Den Haag. Walaupun status Irian Barat akan ditentukan 1 (satu) tahun setelah penyerahan secara administrative oleh Belanda kepada Republik Indonesia Serikat sejak tanggal 27 Desember 1949.
Selama tenggang waktu tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk menegakkan kembali Kolonialisme – imperialisme di Irian Barat – Tanah Air Indonesia. Indonesia selanjutnya mengambil langkah-langkah diplomatic. Melalui jalan panjang dari kabinet satu ke kabinet lainnya.
A.      Upaya Kabinet Natsir pada tahun 1950
Pada bulan Desember 1950 Kabinet Natsir membuka Pintu perundingan namun mengalami deadlock, sehingga dimanfaatkan oleh Belanda mengadakan Provokasi dengan memperkuat pertahanannya di Irian Barat. Belanda merupakan Negara Agresor  terhadap Indonesia setelah lahirnya Piagam pengakuan kedaulatan. Pada pertengahan tahun 1952 dengan persetujuan Parlemen Belanda secara unilateral memasukan dengan resmi Wilayah Irian Barat kedalam wilayah Kerajaannya dengan cara berubah Konstitusinya. Tindakan ini dilakukan tanpa sepengetahuan dan tanpa perundingan dengan Pemerintah Republik Indonesia dan tanpa Pembicaraan dengan Putra – Putra Indonesia kelahiran Papua.
B.       Usaha Kabinet Ali I pada tahun 1954
Upaya yang dilakukan oleh Kabinet Ali I ini merupakan kelanjutan usaha diplomasi sebelumnya dengan maksud menarik perhatian Internasional terhadap masalah Irian Barat yang oleh  Belanda dianggap masalah Internal. Pada tahun 1954 mulailah masalah ini  diangkat Pertama kali dalam siding Umum PBB namun mengalami kegagalan karena tidak mencukupi mayoritas 2/3 jumlah Anggota.
C.      Usaha Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1955 - 1956
Semasa Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1955 Indonesia memulai lagi perundingan melalui Sidang Umum PBB yang ke X membuahkan hasil yang kurang memuaskan. Sidang Umum PBB mengagendakan perundingan Indonesia  - Belanda  di Jenewa pada tanggal 10 Desember  1955 s/d 11 Februari 1956 namun Belanda mengajukan syarat yang berbunyi “Discussing on certain problems concerning west Irian on the understanding that, with regard the souvereignity each party mainstains its standpoint” (Pembicaraan tentang beberapa soal mengenai Irian Barat dengan pengertian bahwa perihal kedaulatan masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya) Syarat tersebut oleh Indonesia mengada-ada dan tidak jelas, hal ini merupakan kelicikan Belanda, Untuk tetap mempertahankan Irian Barat sebagai bagian dari Kerajaan Belanda. Perundingan mengalami deadlock dan delegasi dan rakyat Indonesia harus mengalami kekecewaan, Indonesia terpaksa mengambil tindakan tegas, yaitu pemerintah Indonesia membubarkan Unie-status dengan Belanda secara unilateral yang berlaku tanggal 15 Februari 1956 dan hal ini merupakan pukulan pertama terhadap Belanda.
D.      Usaha Kabinet Ali II pada tahun 1956 
Tindakan keras yang dilakukan Kabinet Ali II merupakan tindak lanjut dari Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu pada tanggal 13 Mei 1956 membubarkan keseluruhan perjanjian K.M.B. termasuk induk persetujuan, piagam penyerahan kedaulatan, Uni- status, perjanjian finec dan lain-lain seperti yang telah didaftarkan pada Sekretariat PBB pada tanggal 14 Agustus 1950 no. 894. Tindakan Indonesia cukup menggemparkan Dunia pada saat itu, karena Indonesia  kembali pada kekuatan semula yang tidak lagi berdasar pada perjanjian KMB. Tetapi telah berdasarkan kekuatan proklamasi 17 Agustus 1945 dan konstitusi Republik Indonesia. Dasar proklamasi Republik Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, dengan demikian dasar perjuangan Indonesia dalam tuntutannya mengembalikan Irian Barat telah mengalami perubahan besar.
      V.      PERKEMBANGAN MASALAH IRIAN BARAT DALAM SIDANG UMUM PBB
Sejak diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia  pada tanggal 17 Agustus 1945 yang diikuti terbentuknya Negara Republik Indonesia yang merdeka dan bebas serta memiliki pemerintahan Nasional yang baru. Wilayahnya meliputi seluruh Daerah Hindia Timur Belanda, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Secara politik dan militer wilayah kedaulatan ini ditentang oleh Belanda namun rakyat Indonesia tetap mengadakan perlawanan.
PBB melakukan pengawasan terhadap sengketa antara Indonesia dan Belanda melalui konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda yang dijadwalkan pada tanggal 2 November 1949. Pertemuan tersebut menghasilkan suatu keputusan yang disebut Piagam Penyerahan Kedaulatan yang berbunyi sebagai berikut :
“ Kerajaan Nederland menyerahkan kedaulatan penuh atas Indonesia dengan tidak bersyarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada Negara Republik Indonesia Serikat dan dengan itu mengakui Negara Republik Indonesia Serikat tersebut sebagai satu Negara yang merdeka yang berdaulat.” Penyerahan kedaulatan secara resmi dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949. Namun persetujuan Konferensi Meja Bundar masih menyimpan persoalan tentang Irian Barat yang merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat dan mengenai persoalan yang belum terpecahkan, dirumuskan suatu kompromi sementara yang terdapat dalam pasal 2 (dua) dari piagam penyerahan Kedaulatan yang ditetapkan bahwa “Berhubung dengan Residensi New Guinea – Residensi”.
Status Quo dari keresidenan Irian Barat mengalami tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak penyerahan kedaulatan pada Negara Republik Indonesia Serikat soal status Politik  Irian Barat dan akan ditetapkan melalui perundingan antara Negara Republik Indonesia Serikat dengan kerajaan Belanda.
Hal ini dimasnfaatkan oleh Pemerintah Belanda di Irian Barat ( New Guinea Barat ) untuk tetap bertahan dan memperpanjang pemerintahannya sejak akhir perang dunia ke II.
Sengketa antara Republik Indonesia Serikat dengan Pemerintah Belandatentang persoalan Irian Barat merupakan batu sandungan untuk terjalinnya hubungan yang lebih baik antara  kedua negara.
Pendudukan pasukan Belanda di Irian Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Serikat merupakan tantangan bagi Pemerintah Indonesia karena Proklamasi 17 Agustus 1945 meletakkan dasar wilayah Negara Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Sehingga Pemerintah Belanda tetap melancarkan siasat liciknya melalui parlemen Belanda pada bulan Januari 1954 di isukan dan disiarkan tentang kurangnya perhatian yang dicurahkan oleh Pemerintah Indonesia terhadap penduduk asli Papua.
Segala dalih dan upaya licik Belanda, mendorong Indonesia meminta perhatian PBB atas persoalan Irian Barat yang merupakan sisa colonial di Negara yang berdaulat yang dapat menjadi ancaman terhadap perdamaian dunia.
Situasi ini tidak saja mengganggu hubungan kedua Negara yang bersengketa akan tetapi juga Negara-negara lain yang masuk dalam anggota Perserikatan Bangsa Bangsa. Karena itulah persoalan Irian Barat diusulkan oleh Pemerintah Indonesia untuk dibicarakan dalam siding Umum PBB berdasarkan pasal 10 (sepuluh) dan 14 (empat belas) dari piagam PBB sebagai salah satu agenda pembahasan.
Tindak lanjut masalah Irian Barat sebagai salah satu agenda pembahasan dalam siding umum Perserikatan Bangsa Bangsa ke-9 (yang akan berlangsung pada tanggal 21 September 1954) telah diajukan surat kepada sekretaris Jendral PBB yang dilampiri memorandum penjelasan. Dibentuk pula satu team sebagai delegasi Indonesia ke PBB yang dipimpin oleh Mr. Sunarjo dengan susunan sebagai berikut :
Ketua                : Menteri Luar Negeri, Mr. Sunarjo
Wakil Ketua I     : Roeslan Abd.Gani, Sekjen Kemlu
Wakil Ketua II    : DR. abu hanafia, Kepala Direktotal PBB pada Kemlu
Anggota            :  Prof. Mr. DR.Soepomo, Dubes London
Makarto Notowidakdo Dubes Indonesia Washinton
Mr. usman sastroamidjojo Dubes di Kanada
Mr. Sudjarwo Tjondronegoro Kepala Perwakilan tetap Indonesia  PBB
Wakil – wakil     : Mr. Tamsil Duber di Kamberra Australia
Anggota            :  Ahmad Natanegara
Hartati S. Marsuki
Drs. Khow Bien Tie
Mr. Zain
Mr. Laili Rusad
Penasehat         :  Arudji Kartawinata
Otto Rondonuwu
Drs. Ds. Diapari
Hadjari
Mr. Burhanuddin
Imam Sutarjo
Bebasa Daenglalo
Manuabe
Dr. St.Z.A.Abidin
Delegasi tersebut mewakili Indonesia pada siding Umum PBB ke IX yang berlangsung mulai tanggal 21 September  1954 untuk membawa persoalan Irian Barat sebagai salah satu agenda pembahasan dan juga soal embargo untuk menjadi Sidang Umum PBB. Dengan harapan dapat meraih dukungan suara dari beberapa Negara untuk menempatkan soal Irian Barat dalam acara Sidang Umum PBB.
Masuknya ususlan Indonesia kedalam pembahasan  siding umum PBB, maka tanggal 23 September 1954 komisi Agenda Majelis Umum PBB yang beranggotakan 15 orang  menyetujui dicantumkannya masalah Irian Barat kedalam siding umum Majelis Perserikatan Bangsa Bangsa. Hasil voting  : 38 suara setuju, 12 suara menolak, dan 9 suara blangko. Berdasarkan hasil inilah Pimpinan Delegasi Indonesia mendapat kesempatan berpidato dalam Sidang Umum.
Perserikatan Bangsa Bangsa Pada tanggal 1 Oktober 1954. Dalam pidatonya Mr. Sunarjo  menyampaikan pendirian bangsa Indonesia untuk membentangkan garis garis besar politik Luar Negeri Republik Indonesia  tentang hidup bersama secara damai. Sehingga menimbulkan tanggapan dan pendapat dari Negara-Negara peserta yaitu :
a.       Pendapat pertama berpihak kepada pemerintah Belanda seperti Australia, dan siap mendukung Pemerintah Belanda untuk tetap menguasai Irian Barat.
b.       Pendapat kedua mendukung Pemerintah Indonesia terutama Negara – Negara Asia Afrika yang menegaskan pendiriannya terhadap Pemerintah Indonesia tentang Irian Barat tetap masuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.       Pendapat ketiga abstain.
Dari reaksi – reaksi yang diperdengarkan oleh Negara – Negara peserta, Pemerintah Republik Indonesia mendapat suatu kesimpulan perimbangan, sokongan suara dan moril berasal dari Negara – Negara Blok Afro – Asia dan beberapa Negara Eropa Timur apabila masalah Irian Barat mulai dibicarakan dalam Sidang Umum PBB nanti.
Argumen Delegasi Indonesia di PBB pada tahun 1950 bahwa Belanda tidak lagi berhak tinggal di Irian Barat, karena menurut persetujuan Konferensi Meja Bundar status Irian Barat harus ditentukan dalam pembicaraan antara Indonesia & Belanda. Namun secara diam-diam Parlemen Belanda dalam sidangnya memasukan Irian Barat kedalam Kerajaan Belanda. Dengan demikian Belanda   secara terang-terangan melanggar perjanjian yang telah disepakati oleh kedua Negara.
Dalam sidang mingguan yang dilangsungkan pada tanggal 23 November 1954 Dewan Menteri membicarakan usulan resolusi yang diajukan oleh Delegasi Indonesia ke PBB mengenai masalah penyelesaian sengketa Irian Barat. Yang isinya “Bahwa Indonesia menuntut supaya PBB meminta kepada Pemerintah Indonesia & Pemerintah Belanda untuk segera memulai perundingan kedua pihak untuk mencapai persetujuan tentang status Politik Irian Barat.
Berkenaan dengan keterangan yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Belanda Luns, dalam konferensi pers di PBB pada tanggal 23 November 1954, mengenai pandangannya sekitar masalah Irian Barat tidak perlu dibicarakan, mengharuskan Menteri Luar Negeri RI Sunarjo membantah pernyataan itu sebab bertentangan dengan Piagam Penyerahan Kedaulatan. Tuntutan Indonesia itu mutlak dan adil karena Papua adalah bagian integral Indonesia sebagai Hindia Belanda yang masih dijajah oleh Belanda.
   VI.      RESOLUSI 8 ( DELAPAN ) NEGARA
Meskipun usulan Resolusi yang diajukan  oleh pemerintah Indonesia merupakan Resolusi yang dianggap enteng, tapi perkembangan yang terdapat di PBB menunjukkan bahwa sekalipun penyokong penyokong Indonesia masih belum dapat mencapai pendukung yang memadai untuk dapat diterima dalam sidang umum  PBB, namun ada semangat solidaritas  Asia – Afrika.
Muncul insiatif dari India untuk mengajukan suatu Resolusi baru sehingga pada tanggal 29 November 1954 wakil India bersama dengan 7 wakil Negara lainnya mengajukan Resolusi sebagai perubahan dari Resolusi Indonesia, yakni :
1.       Harapan Pemerintah dari Delegasi Negara – Negara tersebut agar Pemerintah Indonesia dan Belanda supaya melanjutkan usaha-usahanya untuk mengakhiri persengketaan yang kini terdapat diantara kedua Negara sesuai dengan asas – asas Piagam PBB.
2.       Meminta kepada pihak bersengketa untuk melaporkan kemajuan dari usaha itu kepada siding Ke X majelis umum PBB tahun 1955.
Hal ini mendapat tanggapan positif dari Negara – Negara Peserta sehingga pada voting suara terdapat 34 (tigapuluh empat) suara pro, 14 (empatbelas) suara Kontra dan 10 (sepuluh) suara Abstain. Dengan demikian akan lebih mudah mendapat kelebihan suara mutlak ( 2/3 dari jumlah anggota )


 VII.      RESOLUSI RAKYAT DAN STATEMENT PEMERINTAH
Setelah Indonesia mangalami kegagalan dalam memperjuangkan Irian Barat melalui forum Internasional “ Organisasi Dunia PBB “ Indonesia tetap bertekad untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan Ibu Pertiwi tanpa PBB. Dengan demikian Indonesia membentuk panitian pembebasan Irian Barat. Dalam rapat Akbar yang dihadiri ratusan ribu rakyat dilapangan Merdeka barat pada tanggal 5 November 1945, sebagaimana disampaikan oleh PM Ali serta Menteri Luar Megeri Mr. Sunarjo isinya antara lain:
1.       Memasukan Irian Barat secara Unilateral kedalam wilayah Indonesia dan menyatakan kekuasaan Belanda di Irian Barat sebagai aggressor.
2.       Segera membentuk pemerintahan Provinsi Irian Barat.
3.       Menjawab tindakan pemerintah Belanda dengan memutuskan hubungan diplomatic antara Indonesia dengan Belanda.
4.       Segera mengambil tindakan terhadap pemimpin yang terang terangan membantu kolonialisme Belanda dalam mempertahankan penjajahan  di Irian Barat.
Persatuan untuk menghadapi perjuangan pembebasan Irian Barat dan menyerukan kepada Dunia supaya menyokong tuntutan rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari kolonialisme Belanda. Resolusi tersebut disampaikan pula kepada Komisaris tinggi Belanda di Indonesia, Negara – Negara anggota PBB dan Organisasi Internasional lainnya.
VIII.      IRIAN BARAT DALAM KONFERENSI ASIA–AFRIKA DI BANDUNG (18-4-1955 s/d 24-4-1955)
Atas prakarsa Indonesia pada konferensi lima Negara Asia di Colombo tanggal 28-30 April 1954 maka pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954 di Bogor 5  Perdana Menteri Negara – Negara Colombo, yaitu Birma, India, Indonesia, Pakistan dan Srilangka  mengadakan Konferensi persiapan menuju Konferensi Asia Afrika Pertama yang dilangsungkan apada tanggal 18 s/d 24 April 1955. Konferensi bersejarah ini diikuti oleh 29 Negara Asia Afrika, diadakan dalam Gedung Merdeka di Bandung. Di dalam Konferensi tersebut, Indonesia tidak mengangkat persoalan Irian Barat kedalam Agenda Pembahasan.
Maksud yang dilancarkan oleh Indonesia dengan tidak memasukkan persoalan Irian Barat secara ekspilisitdalan Konferensi Asia Afrika bahkan juga pada pidato pembukaan oleh Presiden Soekarno yang tidak menyinggung sepatah katapun tentang Irian Barat, dilakukan untuk menghilangkan Image seakan – akan Indonesia sebagai pemrakarsa, sponsor, organisator dansebagai tuan rumah Konferensi Asia Afrika hendak memperalat demi kepentingan Indonesia. Namun dalam Pidato ketua Delegasi Syiria pada rapat umum terbuka, Beliau menyinggung masalah Irian Barat dan menamakan peninggalan imperialisme dan kolonialisme di Asia dan Afrika.
Usulan delegasi Syiria untuk memasukan masalah Irian Barat ke dalam pembahasan di setujui oleh para peserta delegasi dan menyerahkan sepenuhnya kepada delegasi Indonesia. Dan apa yang diinginkan delegasi Indonesia akan disetujui. Dengan alasan itu, maka siding Pleno tertutup akhirnya membentuk sebuah panitia kecil yang terdiri dari wakil-wakil Indonesia Syiria, Birma, Iran, dan Turki. Setelah panitia usai merumuskan maka hasilnya dilaporkan kedalam siding tertutup yang diterima dengan suara bulat dengan demikian dukungan terhadap perjuangan Irian Barat makin bertambah dan meluas.
   IX.      TRIKOMANDO RAKYAT
Perundingan – perundingan yang dilakukan pihak Indonesia  dan Belanda mengenai kedudukan Irian Barat tidak membuahkan hasil yang baik bahkan menimbulkan kemarahan dari masyarakat Indonesia sehingga muncul tuntutan untuk menghentikan upaya politik dan diplomatic. Belnda bahkan berupaya mendirikan Negara Papua yang sebenarnya hanyalah keinginan Pemerintah Belanda untuk tetap menguasai Irian Barat.
Kekecewaan masyarakat Indonesia akhirnya mendesak pemerintah untuk merebut Irian Barat melalui kekuatan militer atau konfrontasi. Presiden Republik Indonesia Presiden Soekarno lewat pidatonya di Yogyakarta telah membakar semangat seluruh rakyat untuk tetap bertekad mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama Irian Barat yang selama ini menjadi sengketa antara Indonesia dan Belanda. Seluruh rakyat telah siap untuk mengadakan mobilisasi umum, membebaskan Irian Barat dari cengkeraman Imperialisme Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden/Panglima tertinggi angkatan perang Republik Indonesia Soekarno mengumandangkan dan menanda tangani   Trikomando Rakyat yang naskahnya dibacakan oleh Dewan Pertahanan Nasional.
     


 X.      SEKITAR JALANNYA PERTEMPURAN ARU
Peristiwa Aru dapat dijadikan barometer atau “Test Case” untuk mengukur betapa tingginya semangat dan daya tempur yang dimiliki oleh kesatuan – kesatuan tempur kita sebagaimana  yang telah dibuktikan pada pertempuran di laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962. KRI Macan Tutul, Macan Kumbang dan KRI Harimau mengadakan Patroli sebagai persiapan untuk membebaskan Irian Barat ke Pangkuan Ibu Pertiwi. Dalam kegiatan tersebut, Komodor Yos Sudarso sebagai Deputi Kepala Staf angkatan Laut bertempat di KRI Macan Tutul ikut dalam tugas saat itu. Ketiga kesatuan Kapal tempur yang bertugas Patroli dengan membawa Tim Inspeksi dari Markas Besar Angkatan Laut diserang secara tiba-tiba oleh kapal dan pesawat Belanda, sementara posisi kita masih berada di perairan Indonesia. Dengan jiwa besar dan rasa patriotisme, Komodor Yos Sudarso mangambil alih Komando dan menyampaikan pesan tempur “Kobarkan semangat pertempuran” dengan Kapal KRI Macan tutul Komodor Yos Sudarso mangadakan serangan balasan untuk mengalihkan perhatian serangan musuh sebagai tindakan penyelamatan kedua kapal perang KRI Macan Kumbang dan KRI Harimau. Pertempuran tidak seimbang, Komodor Yos Sodarso dan beberapa anggotanya gugur sebagai bunga bangsa.
Di bulan April, Mei dan seterusnya di tahun 1962 dilakukan pendaratan oleh sukarelawan – sukarelawan Indonesia di daratan Irian Barat dan terjadilah pertempuran sengit antara sukarelawan Indonesia dan Pasukan Belanda yang pada akhirnya secara bertahapdaratan Irian Barat dapat dikuasai oleh sukarelawan Indonesia dimulai dari direbutnya Teminabuan, pada tanggal 21 Mei 1962 dan berlanjut ke Sausapur pada tanggal 30 Mei 1962. Atas kegiatan konfrontasi Militer Indonesia menyebabkan kekuatiran Belanda di Irian Barat dan kekawatiran Den Haag, akibatnya Pemerintah Belanda melalui Menterinya dan Wakil tetapnya di PBB mengadukan Indonesia dengan tuduhan melakukan agresi yang dapat mengancam perdamaian Dunia.
   XI.      PERSETUJUAN NEW YORK
Dalam saat kritis dimana  Kolonialisme Belanda sudah terdesak, datanglah suatu usul dari Elsworth Bunker seorang Diplomat Amerika yang kenamaan untuk membawa kedua belah pihak kembali kemeja perundingan. Usul Bunker ini memuat beberapa dasar penyelesaian yang  pada dasarnya penyerahan Administrasi Irian Barat dari Pihak Belanda kepada Indonesia melalui pihak Ketiga sebagai pemegang masa transisi.
Prinsip – Prinsip Bunker ini sederhana, singkat dan merupakan prinsip-prinsip yang membawa usaha pendekatan antara Indonesia dan Belanda dan digariskannya keharusan penyerahan administrasi Irian Barat kepada Indonesia yang menyebabkan Indonesia harus memperhatikan prinsip ini.
Dalam penyelesaian sengketa tersebut, maka pada tanggal 26 Mei 1962 Bunker mengeluarkan beberapa prinsip untuk mengakhiri  sengketa yang terjadi antara Indonesia dan Belanda yaitu :
1.       Pemerintah Indonesia dan Belanda masing – masing akan menandatangani persetujuan-persetujuan tersendiri yang akan diajukan kepada Pejabat sekretaris Jenderal PBB di New York.
2.       Pemerintah Belanda menyetujui penyerahan Pemerintah Irian Barat kepada Badan Eksekutif  sementara dibawah pengawasan Pejabat Sekretaris Jenderal PBB, dan akan mengangkat Kepala Pemerintahan Netral yang bukan berasal dari kedua belah pihak. Dan bertugas dalam waktu tidak kurang 1 (satu) tahun dan tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
3.       Badan eksekutif  sementara dibawah Pejabat Sekretaris Jenderal PBB untuk menyelenggarakan Pemerintahan Irian Barat selama tahun Pertama  dengan Bantuan Personalia tidak berasal dari kedua belah pihak.
Dengan demikian penerimaan Indonesia pada prinsipnya menerima, namun tidak berarti secara apriori menerima secara keseluruhan pasal-pasal yang diusulkan Bunker, karena Indonesia tentu tidak akan menerima penyerahan Irian Barat sampai menunggu 2 (dua) tahun.
Sesuai persetujuan New York bahwa Belanda menyerahkan kekuasaan atas Irian Barat kepada PBB. Untuk maksud itu, dibentuklah Badan Pemerintahan Sementara PBB ( United Nasions Tempory Exsekutif Authority disingkat UNTEA ). Persiapan pengambil alihan kekuasaan dari tangan Belanda berjalan lancer pada tanggal 1 Oktober 1962 secara resmi berlangsung penyerahan kekuasaan dari Pemerintahan Belanda kepada UNTEA.
Berdasarkan keinginan dan desakan Rakyat Irian Barat maka sekretaris Jenderal PBB pada bulan Februari 1963 ke Jakarta dan Jayapura untuk memperjelas bahwa PBB akan menjamin kelancaran proses alih kekuasaan dari UNTEA kepada Pemerintah Indonesia untuk lebih meyakinkan lagi tuntutan  Rakyat Irian Barat, pada tanggal 10 Februari 1963 terjadi penyerahan Pemerintahan dari Untea kepada Pemerintah Indonesia. Begitupula pada tanggal 1 Desember 1963 sejumlah wakil-wakil rakyat Irian Barat mencetuskan dan menandatangani “Piagam Kota Baru”, yang apada prinsipnya penanda tanganan mengakui bahwa tanggal 17 Agustus 1945 merupakan Hari Kemerdekaan, juga bagi rakyat dan wilayah Irian Barat. Adapun kebulatan ikrar tekad dan janji yang tertuang dalam Piagam Kota Baru tersebut menyatakan bahwa Putra Putri Irian Barat ikut berpartisipasi dalam membangun Irian Barat dalam lingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ikut bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban di wilayah Irian Barat, mengakui pula Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai Sumpah Rakyat Irian Barat dan Patuh, Setia, kepada Pancasila dn Undang Undang Dasar 1945.
  XII.      PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT
Menurut persetujuan New York, Pemerintah Indonesia berkewajiban memberi kesempatan kepada Penduduk Irian Barat untuk melaksanakan kebebasan memilih. Lebih lanjut persetujuan itu secara tegas menetapkan bahwa pelaksanaan kebebasan memilih diserahkan sepenuhnya kepada Indonesia. Adapun Pegawai – Pegawai yang diikut sertakan dalam PEPERA hanya berkedudukan sebagai Pemberi Nasehat dan Pembantu.
Dalam Persetujuan New York ditegaskan bahwa  kebebasan memilih itu akan dilaksanakan sesuai dengan praktek Internasional.  Tetapi ketentuan tersebut tidak mungkin dilaksanakan mengingat kondisi Irian Barat. Oleh karena itu berdasarkan mandat / wewenang PBB kepada Indonesia melalui persetujuan New York, maka Pemerintah Indonesia mencari cara yang demokratis dengan mengadakan konsultasi atau musyawarah Dewan  Perwakilan Rakyat di Irian Barat. Musyawarah tersebut dimaksudkan untuk menentukan cara terbaik yang disesuaikan dengan kondisi Irian Barat. Karena pelaksanaan Pepera menjadi tanggung jawab Indonesia cara dan prosedur yang ditentukan untuk pelaksanaan Pepera sebagai berikut:
1.       Pelaksanaan Pepera dilaksanakan dengan cara musyawarah / Demokrasi Indonesia.
2.       Tempat pelaksanaan Pepera di tiap Kabupaten yang ada di Provinsi Irian Barat.
3.       Untuk menyelenggarakan Pepera di tiap Kabupaten dibentuk suatu Dewan Musyawarah Pepera yang merupakan Perwakilan dari seluruh Kabupaten itu.
4.       Besarnya Dewan Musyawarah Pepera (DMP) sebanding dengan banyaknya Penduduk Kabupaten masing - masing.
5.       Mengenai jumlah wakil-wakil semula ditetapkan bahwa setiap 750 orang Penduduk mempunyai 1 (satu) orang wakil, tetapi karena Kabupaten Fak-Fak hanya berpenduduk 40.000 jiwa dan Kabupaten Jayawijaya berpenduduk 165.000 orang maka ketentuan baru adalah minimum 75 orang dan maksimum 175 orang anggota DMP setiap Kabupaten.
XIII.  Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat Rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure Irian Jaya sah menjadi milik RI.
Dengan menganalisa fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian dilaksanakan Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa Pepera mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu :
1. bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui konfrontasi bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa lain, karena secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat merupakan bagian dari wilayah RI
2. upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat bukan merupakan tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat. Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik Indonesia.


XIV.      PENUTUP
Demikian materi Sejarah Perjuangan Pembebasan Irian Barat ini dibuat sebagai acuan dalam rangka memperingati hari Trikora sekaligus merupakan bahan informasi mengenai sejarah perjuangan Bangsa, khusunya tentang perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh Putra – Putra terbaik Bangsa melalui jalan perundingan, politik serta pengerahan kekuatan seluruh komponen bangsa. Pembebasan Irian Barat dari kolonialisme Belanda kembali kepangkuan Ibu Pertiwi, dilaksanakan atas dasar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 yaitu, Negara Republik Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke.

RINGKASAN MATERI
Perjuangan Merebut Irian Barat
Alasan : Belanda tidak menepati isi KMB yang menyebutkan bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat setelah satu tahun pengakuan kedaulatan.
Melalui Diplomasi :
a. 4 Desember 1950 = konferensi Uni Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda.
b. Desember 1951 = Perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah NKRI, namun gagal.
c. September 1952 = Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun gagal.
d. Perjuangan Diplomasi Tingkat Internasional
1) Dalam Konferensi Colombo bulan April 1954, Indonesia memajukan masalah Irian Barat. Indonesia berhasil mendapat dukungan.
2) Pada tahun 1954 Indonesia mengajukan masalah Irian Barat dalam sidang PBB. Namun mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan yang kuat.
3)Dalam KAA tahun 1955 Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat. Hingga tahun 1956, perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat mengalami kegagalan. Karena mengalami kegagalan dan tidak ada itikad baik dari Belanda untuk menyelesaikannya, maka pemerintah Indonesia mengambil jalan konfrontasi.


Melalui Konfrontasi Ekonomi:
1)Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951.
2)Pemerintah Indonesia melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) melakukan penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia.
3)Pemerintah Indonesia melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda.
4)Pemogokan buruh secara total pada perusahan-perusahaan Belanda di Indonesia yang memuncak pada tanggal 2 Desember 1957.
5)Semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia dihentikan mulai 5 Desember 1957 Pada saat itu juga dilakukan aksi pengambilalihan
atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie.
Melalui Konfrontasi Politik :
17 Agustus 1956 - pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukotanya Soa Siu. Wilayahnya meliputi wilayah yang diduduki Belanda serta daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile. Gubernurnya yang pertama adalah Zainal Abidin Syah.
Dibentuk Partai Persatuan Cenderawasih dengan tujuan untuk dapat segera menggabungkan wilayah Irian Barat ke dalam RI.
4 Januari 1958 - pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB). Dengan tujuan mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian Barat.
17 Agustus 1960 - Indonesia memutuskan hubungan diplomatic dengan Belanda
Melalui Konfrontasi Militer :
Dewan Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang berisi:
1.Gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda.
2.Kibarkan Merah Putih di Irian Barat.
3.Bersiaplah untuk mobilisasi umum.
Langkah pemerintah menindaklanjuti Trikora:
1.Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan ibukota Kota Baru.
2.Membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang bertugas:
a.Merencanakan, mempersiapkan, Dan menyelenggarakan operasi-operasi militer.
b.Menciptakan daerah bebas secara defacto atau mendudukkan unsur kekuasaan RI di Irian Barat.
Strategi Panglima Mandala :
1.Sampai tahun 1962, fase infiltrasi dengan memasukkan 10 kompi sekitar sasaran tertentu.
2.Awal tahun 1963, fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, dan menduduki semua pos pertahanan musuh.
3.Awal tahun 1964, fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan-kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.
15 Januari 1962 – pertempuran di Laut Arafuru -> sebelum Komando Mandala bekerja aktif, unsure militer yang tergabung dalam Motor Torpedo Boat (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun, mata-mata Belanda mengetahuinya.


Bunker Proposal :
Sekjen PBB mengutus diplomat Amerika Serikat, Elsworth Bunker untuk menengahi perselisihan Indonesia Belanda. Bunker mengajukan rencana penyelesaian Irian Barat yang dituangkan dalam Bunker Proposal (Rencana Bunker) pada Maret 1962 yang berisi :
1.Belanda harusmenyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui suatu badan pemerintahan PBB.
2.Rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menentukan pendapatnya setelah sekian tahun di bawah Pemerintahan RI.
New York Agreement :
Pemerintah RI menyetujui Rencana Bunker tersebut, namun Belanda menolaknya. Amerika Serikat yang semula mendukung posisi Belanda, berbalik menekan Belanda agar mau berunding dengan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962, Belanda bersedia berunding dengan Indonesia di Markas Besar PBB. Kedua belah pihak menyepakati New York Agreement yang berisi :
1.Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada UNTEA paling lambat 1 Oktober 1962.
2.Pasukan Indonesia yang telah berada di Irian Barat berada di bawah UNTEA, sedangkan pasukan belanda secara berangsur-angsur dipulangkan.
3.Bendera Indonesia mulai dikibarkan di samping bendera PBB sejak 31 Desember 1962.
4.Pemerintah RI secara resmi akan menerima pemerintahan atas Irian Barat dari UNTEA selambat-lambatnya pada 1 Mei 1963.
5. Pemerintah RI wajib menyelenggarakan pepera (penentuan pendapat rakyat) paling lambat akhir tahun 1969.
1 Mei 1963 – upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada RI di Hollandia (Jayapura). Nama Irian Barat kemudian diubah menjadi Irian Jaya sebagai provinsi RI ke-26.
Pepera :
Pepera dilaksanakan sejak 24 Maret hingga 4 Agustus 1969. Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian Jaya memutuskan Irian Jaya merupakan bagian dari Republik Indonesia. Irian Jaya sah secara de jure menjadi bagian dari wilayah RI setelah dilaporkan dalam sidang Umum PBB ke-24 November 1963.